Tidak perlu kutuliskan, seharusnya.
Apa yang harus kubanggakan? Ketika mata kita tak sengaja
bertemu, aku menunduk malu, dan kau pun berlalu. Tidak ada, sungguh tidak ada
yang patut kubanggakan. Pandangan itu tidaklah halal bagi kita berdua. Setan mungkin
telah menembus dinding pertahanan hati kita...
Tidak boleh. Tidak akan kubiarkan seperti ini.
Kedua mataku ini, kelak hanya akan kupergunakan untuk
memandang sesuatu yang hanya halal bagiku. Entah itu kamu, dia, atau siapa pun
nanti. Aku masih belum tahu. Wallahu’alam.
Mengatasnamakan kekaguman—aku masih enggan menggunakan kata
cinta—saja tidak mampu memberi label “halal” pada tindakan kita ini. Tidak semudah
dan tidak seindah ini. Percayalah.
Jangan mengambil langkah terlalu cepat, karena mungkin saja
apa yang kita inginkan belum tentu menjadi apa yang kita butuhkan. Rapatkan dinding
pertahanan hati, jaga rasa, batasi jarak, dan utamakan Allah.
Tetap percaya
pada firman Allah, “Laki-laki yang baik untuk perempuan yang baik.”
Hanya terkadang kita yang tak mau menunggu. Ternodai nafsu
yang semu. Dengan beraninya mendeklarasikan kata “cinta” pada pasangan yang
jelas bukan muhrim dan belum tentu menjadi jodohnya.
Ya, manusia terlena dalam
perjalanan menunggu. Kita tidak tahu, bahwa mungkin saja Allah telah menyiapkan
yang lebih baik untuk kita. Meski tanpa diminta, Dia mengerti. Dia pahami isi
hati semua hamba-Nya.
Tetap menunduk. Pandangan itu pasti akan halal pada
waktunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar