Pagi ini, rasanya terlalu tabu jika aku sudah menuliskan
sesuatu atau pun segala hal tentangmu. Kamu, yang tinggal di masa laluku,
memang sangat menggoda untuk kusinggahi berlama-lama. Padahal, rasanya tiada
guna. Justru membuat luka semakin menganga. Namun, apa daya? Hati tak kuasa
berpaling. Ternyata segalanya masih terasa sama, meski tak utuh lagi.
Keputusan di masa lampau yang pernah kita sepakati secara
bersama, mematikan indra perasa di hati ini. Bukannya kehilangan perasaan,
namun memang tiada rasa yang ‘lebih’ daripada ketika mengenang kebersamaan aku
dan kamu; kebersamaan kita.
Bodoh. Mengungkit masa lalu yang tidak mungkin terjadi lagi.
Untuk apa? Ini adalah kebiasaan baru yang menjadikan candu. Memutar lagu-lagu
yang dulu pernah memberi warna-warni romansa kita. Mengunjungi tempat-tempat
yang menjadi saksi bisu kedekatan kita. Mematung di depan layar monitor untuk
memantau update-an darimu di situs
jejaring sosial.
Memang tak berarti lagi. Keputusan tetaplah keputusan. Hidup
terus berjalan—dengan atau tanpamu di sisiku. Walaupun terkadang, takdir masih
saja mempermainkan kita melalui pertemuan singkat tak terencana. Menggoyahkan dinding
pertahanan yang selama ini dengan susah payah kubangun di sekeliling hatiku.
Tidak apa-apa. Aku percaya, suatu saat nanti kita juga akan
saling melupakan. Jika sudah menemukan pasangan hidup masing-masing. (padahal,
masih berharap bahwa kamu adalah pasangan hidup di masa depan).
“Di angkasa
terlukislah kisah kita
Dua manusia yang
berputar demi cinta
Mungkin cuma aku dan
kamu
Yang terperdaya bekas
badai ini
Mungkin cuma aku dan
kamu
Yang percaya ini semua
‘kan jadi nyata...
Meski jalan ini kadang
bertambah berat
Sudikah kau tunggu?
Relakah kau melepasku?”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar