Selasa, 18 Maret 2014

KITA: Kata yang Terbata

Terkadang, aku suka mengamati dirimu dan diriku sendiri melalui sudut pandang yang lain.

Karena kita ini lucu.

Kau mengetik namaku pada kolom 'search' dan begitu pula yang kulakukan di sini. Mengamati setiap kata yang kautuliskan. Memaknainya dalam diam seorang diri.

Atau ketika bel telah berbunyi. Dosen telah tiba dan pintu kelas pun tertutup.
Ada harap terselip ketika suara ketukan pintu terdengar. Berharap keterlambatan itu masih menjadi milikmu. Menunggui kehadiranmu--padahal jika ada kau pun aku tak akan melakukan apa-apa.

Kita ini lucu. Kita adalah kata yang masih terbata.
Serupa bayi yang bersusah payah mengeja kata, meski memahami makna. Kita hanya cenderung lebih memilih diam daripada terbata. Ya, kita diam.

Biarlah terbata, karena kata-kata itu adalah kita.

Jumat, 14 Maret 2014

Akhir(-nya)

Bukan akhir, tetapi akhir(-nya).

Apa yang kaubaca? Di sini hanya akan kautemukan aksara yang terhampar bisu.
Ya, aksara ini tak bisa bicara. Mereka hanya bisa dimaknai dengan hati.

Mampukah kau memaknainya?

Dan hal yang paling kutakuti pun terjadi.

Akhir(-nya) kaudapati hamparan aksaraku dan membawanya masuk ke dalam hatimu.