Sabtu, 27 April 2013

Setetes Harapan

Setetes harapan dari langit
Mencoba membasahi makna pada duka
Karena meratap tiada berarti
Bergegaslah, hadapi, dan bangkit!

Bukan perkara mudah
Ketika tak ada seorang pun di sisimu
Menghapus peluh dalam perjalanan ini
Nyatanya, kau memang sendiri dalam sunyi

Pun aku di sini
Meski selalu berharap untuk berada di sisimu
Meski takdir belum berpihak
Kuterima, aku tetap berpijak

Karena diamku memahami semesta
Tuhan ciptakan jiwa dan raga
Apabila raga tak dapat mengikuti bersama
Jiwamu ada; setia bersamanya

Hingga tetes-tetes harapan membanjiri pelupuk matamu
Yang jatuh seiring dengan doa yang kau rapalkan
Doa tentang harapanmu; harapan dua manusia
Semoga surga adalah titik pertemuan abadi kita

Jumat, 26 April 2013

Hanya Seseorang

Sejak awal, harusnya kupahami.
Terlalu banyak dramatisasi di sini. Semua tawa, kebersamaan, bahkan diskusi hangat.
Kau, hanya seseorang.
Seseorang yang mengajariku untuk membuka hati dari luka lama yang sempat menghinggapi. Seseorang yang  memiliki semangat luar biasa untuk meraih mimpi. Seseorang yang belum lama kukenal, namun telah membuatku berani banyak bermimpi tentang "kita".

Sudah. Enyah.

Sehabis membaca tulisanmu tentang seseorang-yang-kau-sebut-calon itu, aku pun semakin tahu diri. Ya, mungkin selama ini hanya aku yang merasa berarti. Hanya aku sepihak saja, tanpa kauketahui.
Semoga seseorang-yang-kau-sebut-calon di kota yang jauh di sana itu... memiliki takdir yang baik.
Sedangkan aku di sini, masih dan akan selalu percaya: "Allah has already writen the names of your spouses for you.What you need to work on is your relationship with Allah. He will send him to you when you're ready. It's only a matter of time."

Semoga Allah mengampuniku karena terlalu sering menyebut namamu dalam doa-doaku.


Minggu, 21 April 2013

Kata dan Kita

Membuka sejarah...
Tentang kita. Tentang persahabatan, mimpi, dan harapan.
Pertama kali mengenal kalian, tidak pernah saya mengira bahwa akan terjalin sejauh ini. Kupikir, sebatas persahabatan biasa semasa SMA. Sekadar kawan penawar duka dan pencipta tawa.

Hingga waktu bergulir lebih cepat daripada yang pernah kita duga. Waktu mencuri dan menghadirkan kebersamaan kita. Membuat hati kita masing-masing terisi oleh rasa bahagia.

Mengenal dan mengenang.
Hal terindah tentang persahabatan yang pernah kuketahui. Cerita masa SMA takkan pernah lekang oleh perputaran bumi maupun matahari. Mereka abadi; berasal dari hati.

Kini, kita bukan lagi remaja labil berseragam. Kita adalah kata-kata yang pernah kita ucapkan dulu.
Kata-kata tentang mimpi berkuliah, mimpi kesuksesan, mimpi berumahtangga...
Meski jarak memberi jeda pada pertemuan kita, semoga ikatan ini takkan pernah renggang.

Tetaplah berkata-kata tentang mimpi kita.
Karena kita saat ini adalah kata-kata yang kita ucapkan pada hari kemarin.

Sabtu, 20 April 2013

Cry

Hari ini, aku menangis dalam salatku.
Terpaku oleh lantunan ayat-ayat yang kau ucapkan di depan; di balik hijab sana.

Jumat, 19 April 2013

When I Was Tired

Tujuan saya tertidur adalah untuk beristirahat dari aktifitas dunia. Lelah? Ya, tentu saja. Namun, ketika dalam tidur justru menghadirkan mimpi yang mengingatkan saya pada rutinitas kesibukan, ini sungguh melelahkan. Bagaimana mungkin? Baik di alam sadar maupun alam bawah sadar saya seperti terisi agenda.
Penat.

Saya selalu tahu bahwa mengeluh tidak akan menyelesaikan masalah apa pun. Mungkin ada kalanya, kita memang harus menyadari bahwa melakukan hal yang sia-sia itu menyenangkan. Paling tidak, membantu meringankan beban pikiran untuk sesaat.

Karena ketika merasakan semua ini, saya tinggallah mengingat. Apa tujuan saya hidup? Mengapa saya ikut organisasi ini-itu?
Tidak ada lelah yang sia-sia bagi orang yang beriman. Setiap langkah yang kita niatkan hanya untuk Allah semata pasti akan menjadi penolong kita di akhirat kelak. Lelah dan sakit ini pun belumlah seberapa dibandingkan dengan perjuangan Rasulullah di zaman jahiliyah.

"Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu." (QS. Muhammad [47] : 7)

Saya percaya pada firman Allah tersebut, karena itulah yang sedang saya alami saat ini. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu melebihi kemampuan hamba-Nya.

Selasa, 16 April 2013

Halal Pada Waktunya


Tidak perlu kutuliskan, seharusnya.

Apa yang harus kubanggakan? Ketika mata kita tak sengaja bertemu, aku menunduk malu, dan kau pun berlalu. Tidak ada, sungguh tidak ada yang patut kubanggakan. Pandangan itu tidaklah halal bagi kita berdua. Setan mungkin telah menembus dinding pertahanan hati kita...

Tidak boleh. Tidak akan kubiarkan seperti ini.
Kedua mataku ini, kelak hanya akan kupergunakan untuk memandang sesuatu yang hanya halal bagiku. Entah itu kamu, dia, atau siapa pun nanti. Aku masih belum tahu. Wallahu’alam.

Mengatasnamakan kekaguman—aku masih enggan menggunakan kata cinta—saja tidak mampu memberi label “halal” pada tindakan kita ini. Tidak semudah dan tidak seindah ini. Percayalah.
Jangan mengambil langkah terlalu cepat, karena mungkin saja apa yang kita inginkan belum tentu menjadi apa yang kita butuhkan. Rapatkan dinding pertahanan hati, jaga rasa, batasi jarak, dan utamakan Allah. 

Tetap percaya pada firman Allah, “Laki-laki yang baik untuk perempuan yang baik.”
Hanya terkadang kita yang tak mau menunggu. Ternodai nafsu yang semu. Dengan beraninya mendeklarasikan kata “cinta” pada pasangan yang jelas bukan muhrim dan belum tentu menjadi jodohnya. 

Ya, manusia terlena dalam perjalanan menunggu. Kita tidak tahu, bahwa mungkin saja Allah telah menyiapkan yang lebih baik untuk kita. Meski tanpa diminta, Dia mengerti. Dia pahami isi hati semua hamba-Nya.

Tetap menunduk. Pandangan itu pasti akan halal pada waktunya.

Minggu, 14 April 2013

Janji dan Doa

"Nanti, lo jadi penulis dan gue editornya, ya..."

Entah bagaimana, kalimat itu mampu kuucapkan di depanmu. Seperti sebuah janji yang terpatri, meskipun hanya disepakati sepihak.
Aku tidak meragukanmu. Hasil pemikiran yang kau olah menjadi deretan kata-kata sungguh menghipnotis siapa pun yang membaca tulisanmu. Semangatmu menjalar melalui tulisanmu. Segala yang kautulis, tentang ironi bangsa, mimpi, harapan, mukjizat, kegagalan, keberhasilan... semua... aku mengaguminya.
Dalam doaku, kuselipkan janji yang pernah kuucapkan padamu. Berharap Allah kelak akan mengabulkannya.

Dan kau tak perlu tahu...
Sederet doa lain yang kurapalkan bersama dengan janji itu.

"Aku ingin menemanimu menulis. Selamanya."

Selasa, 09 April 2013

Nothing

"Jangan tumbuh," kataku pada perasaan yang menjalar ke seluruh tubuhku.
Sayangnya, ucapanku tak berpengaruh apa pun. Perasaan itu tetap tumbuh. Mengikat kuat meski aku tak sepakat. Terlambat. Aku pun terjerat.

"Jangan cemburu," kataku pada gemuruh yang menyambar dadaku ketika melihat kau akrab dengan perempuan lain.
Tak ada yang berubah. Badai berkecamuk di dalam sini. Murka hendak pecah menjadi kata-kata. Pada akhirnya, semua terjawab dengan diam dan airmata.

"Jangan bertahan," kataku pada hatiku yang rapuh.
"Jangan diam," kata seonggok luka di dalam sana.

Aku bergerak. Entah mendekati atau menjauhi. Yang kuketahui saat itu hanyalah mataku menangkap senyummu yang berpendar sesaat, kemudian hilang. Mati. Lenyap.

Tak ada siapa pun. Tak ada yang terluka.
Tinggallah aku bersama setitik kegelapan bernama sepi.
Tak ada.
Segala ilusi perlahan merangkak pergi.
Sunyi; sepi.
Kembali sendiri.

Senin, 01 April 2013

Satu?

"Berapa jumlah kalian?"
"SATU!"



Semoga masih teingat di dalam benak kita tentang memori indah ini. Keakraban ketika semua masih begitu menyatu tanpa ragu. Meski diselimuti malu, "Siapa namamu? Dari SMA mana?"
Senyum yang merekah tulus. Tangan-tangan yang terulur sambil mengucapkan nama masing-masing. Ah, tidakkah kalian rindu?
Ketika nyanyian masih seirama meski tanpa nada. Ketika tawa tak memerlukan lelucon berarti, asalkan bersama. Ketika perbedaan latar belakang bukan menjadi suatu hal yang berarti. Ketika semua masih utuh tanpa ada yang merasa tersisih...

Semoga "satu" yang kita ucapkan pada waktu itu bukan sekadar bual belaka.
Ke mana perginya rasa peduli itu?
Ke mana hilangnya sapa kehangatan itu?

Mungkin lenyap... tanpa pernah kausadari.