Minggu, 24 Februari 2013

Kupu-kupu


Bagaimana caranya kau menghadirkan kupu-kupu di dalam dadaku ini? Kupikir, dadaku hanya akan tergelitik oleh kupu-kupu yang sama. Tidak akan terganti selamanya.

Bagaimana caranya kau menumbuhkan kembali sayap-sayap harapan kupu-kupu di dalam dadaku ini? Kupikir, sayap itu tidak akan pernah mengembang lagi. Terlanjur kaku terbujur kepompong yang tak kunjung berubah fase.

Bagaimana caranya kau memberi warna yang teramat indah pada kupu-kupu di dadaku ini? Memercikkan getar-getar tak terduga. Padahal, sebelumnya hanya abu-abu di sini. Tidak hitam, pun putih.

Bagaimana caranya kau menyuburkan kembali bunga-bunga yang telah layu di dalam dadaku? Padahal, aku tidak pernah memberinya penyubur apa pun. Bunga-bunga cantik merekah nyata di dalam sini. Membuat para kupu-kupu betah berlama-lama tinggal di sini.

Meskipun masih berwujud harapan dalam diam, kupu-kupu itu ada. Mereka hidup di dalam sini. Aku merasa bahagia sejenak, namun dapat juga merasa ketakutan jika membayangkan kupu-kupu itu mati akibat bunga yang tetiba layu.
Haruskah aku memupuknya setiap hari?
Ah, bukankah pupuk saja tidak mampu menyuburkan bunga-bunga ini? Dibutuhkan matahari, air, dan suhu yang tepat untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan bunga-bunga ini.
Dan...
Maukah kau membantuku melengkapi semua itu...
...nanti?


Depok, 23 Februari 2013

Jumat, 22 Februari 2013

たこ焼き

わたしは、あなたがいなくて寂しいです。

Kemarin, 21 Februari 2013, Prodi Jepang FIB UI mengadakan acara Nihon Fair "Road To Gelar Jepang 19". Acara tersebut tampak mengundang antusiasme dari berbagai kalangan. Mulai dari mahasiswa/i UI sendiri, mahasiswa asing, bahkan murid-murid SMA yang masih mengenakan seragam datang ke FIB.

Saya adalah salah satu dari kategori yang disebutkan di atas. Sebagai mahasiswi FIB, meskipun tidak terlalu menyukai hal-hal berbau Jepang, namun akhirnya memutuskan untuk singgah sejenak mengintip gedung IX, tempat acara Nihon Fair ini berlangsung.

Ada aura yang berbeda. Seperti... déjà vu.
Melihat bazaar yang menjual purezento, pernak-pernik Jepang, dan takoyaki. Saya butuh beberapa waktu untuk menyadari bahwa ini bukan mimpi. Saya mengenal betul festival Jepang seperti ini. Ya, meskipun baru dua kali menghadiri festival Jepang, namun suasana dan auranya tidak pernah berubah.

この日本祭は彼のことを思い出しました。

Berhubung siang itu saya merasa lapar dan waktu masuk kelas tinggal beberapa menit lagi, saya memutuskan untuk membeli takoyaki. Takoyaki adalah makanan khas Jepang yang berbentuk bola berisi daging gurita. Terbayang? Pertama kali saya menyantapnya pada tanggal 14 Juli 2012 lalu... pada acara Gelar Jepang 18 di Pusat Studi Jepang.

Ini berbeda. Rasa takoyaki yang saya santap kali ini terasa lebih hambar. Mungkin karena saya memakannya sendirian di sudut kelas. Mungkin karena saya sedang tidak nafsu makan. Atau mungkin... karena saya sedang merindukan seseorang yang pertama kali mengenalkan saya pada makanan ini.

はい、私は彼に会いたい。

Lima bola takoyaki telah saya lahap. Terlepas dari segala kehambaran rasa dan perasaan, makanan ini memang masih teraza lezat. Buktinya, saya merasa kenyang setelah menyantapnya.
Tentu saja.
Kenyang oleh masa lalu.

Selasa, 19 Februari 2013

Bait Waktu

pukul lima lewat tiga puluh delapan.
selamat pagi, jangan lupa sarapan.

pukul lima lewat tiga puluh sembilan.
semoga pada hari ini tidak ada kekesalan.

pukul lima lewat empat puluh.
sejujurnya, rindu ini selalu utuh.

pukul lima lewat empat puluh satu.
apa kau merindu seperti itu?

pukul lima lewat empat puluh dua.
rasanya, rindu ini milikku seorang saja.

pukul lima lewat empat puluh tiga.
perasaan ini mengguncang jiwa raga.

pukul lima lewat empat puluh lima.
aku pun sadar, tak boleh seperti ini terlalu lama.

pukul lima lewat empat puluh enam.
masih banyak mimpi yang harus kugenggam.

pukul empat lewat empat puluh tujuh.
maka, izinkan takdir membuat kita sementara menjauh.

pukul empat lewat empat puluh delapan.
mungkin saja, kita menyatu kembali di masa depan.

pukul empat lewat empat puluh sembilan.
semoga bukan sekadar imajinasi dan khayalan.

pukul empat lewat lima puluh.
hati ini pasti tahu ke mana jalan pulang; meski terasa jauh.

pukul empat lewat lima puluh satu.
jika Allah berkehendak, kita pasti menyatu.


Pagi hari yang dingin,
Jakarta, 2013

Minggu, 17 Februari 2013

Past, Present, and Future


Pagi ini, rasanya terlalu tabu jika aku sudah menuliskan sesuatu atau pun segala hal tentangmu. Kamu, yang tinggal di masa laluku, memang sangat menggoda untuk kusinggahi berlama-lama. Padahal, rasanya tiada guna. Justru membuat luka semakin menganga. Namun, apa daya? Hati tak kuasa berpaling. Ternyata segalanya masih terasa sama, meski tak utuh lagi.

Keputusan di masa lampau yang pernah kita sepakati secara bersama, mematikan indra perasa di hati ini. Bukannya kehilangan perasaan, namun memang tiada rasa yang ‘lebih’ daripada ketika mengenang kebersamaan aku dan kamu; kebersamaan kita.

Bodoh. Mengungkit masa lalu yang tidak mungkin terjadi lagi. Untuk apa? Ini adalah kebiasaan baru yang menjadikan candu. Memutar lagu-lagu yang dulu pernah memberi warna-warni romansa kita. Mengunjungi tempat-tempat yang menjadi saksi bisu kedekatan kita. Mematung di depan layar monitor untuk memantau update-an darimu di situs jejaring sosial.

Memang tak berarti lagi. Keputusan tetaplah keputusan. Hidup terus berjalan—dengan atau tanpamu di sisiku. Walaupun terkadang, takdir masih saja mempermainkan kita melalui pertemuan singkat tak terencana. Menggoyahkan dinding pertahanan yang selama ini dengan susah payah kubangun di sekeliling hatiku.

Tidak apa-apa. Aku percaya, suatu saat nanti kita juga akan saling melupakan. Jika sudah menemukan pasangan hidup masing-masing. (padahal, masih berharap bahwa kamu adalah pasangan hidup di masa depan).



“Di angkasa terlukislah kisah kita
Dua manusia yang berputar demi cinta
Mungkin cuma aku dan kamu
Yang terperdaya bekas badai ini
Mungkin cuma aku dan kamu
Yang percaya ini semua ‘kan jadi nyata...
Meski jalan ini kadang bertambah berat
Sudikah kau tunggu?
Relakah kau melepasku?”

Sabtu, 16 Februari 2013

...


Reaching out for no man's land
To take a breath and take a chance
I'd walk a thousand nights to change the world
Where to go? When to start?
Who to trust? What to say?
Found them all, just need someone to share

It's now in the dusk every day to carry on
Ain't so strong, I ain't so strong to go
Living in the past is not the way to live
I wish you could hear me say that I miss you

Why were we there back to back?
Why were we there face to face?
I must be the light when you're in the dark
If you lose me somewhere, and your tears are in the air
I will ring a bell until you feel me by your side

Looking up into the sky, looking for the reason
Why I'm here, and why you can't be here
Who's to hate? Who's to blame?
Who's to hurt? Who's to love?
Who just asked 'Why we can't we be the same?'

Try to believe walking down the lonesome road
Ain't so far, I ain't so far from you
Staying the way you are means solitude
I wish you were here and shook off my fear

Why were we there back to back?
Why were we there face to face?
I must be the light when you're in the dark
If I lose you somewhere, and I'm still hanging in there
I will ring a bell until you feel me by your side

What has been in the mix too long?
There's the peace when you're at war
Heads or tails, You and I
Light and dark, Ups and downs
What has been in the mere goal? What's there to divide us?
If you're hurt, cry and say 'can't you see your my other half?'

Why were we there back to back?
Why were we there face to face?
I must be the light when you're in the dark
If you lose me somewhere, and your tears are in the air
I will ring a bell until you feel me by your side


(source: http://www.lyricsmode.com/lyrics/b/bonnie_pink/)

Sastra Neptunus



Bahasamu.
Yang terkadang tak mampu kumengerti, tak terjangkau oleh imajinasiku.
Bahasamu.
Yang mengandung isyarat; tentang bertahan atau pun melepas.
Bahasamu.
Yang membuat bunga-bunga di hatiku merekah sempurna.
Bahasamu.
Yang berasal dari planet neptunus, penuh misteri.
Bahasamu.
Yang meski tak kupahami, namun tetap kupelajari karena cinta.




sas·tra n 1 bahasa (kata-kata, gaya bahasa) yg dipakai dl kitab-kitab (bukan bahasa sehari-hari); 2 kesusastraan; 3 kitab suci Hindu; kitab ilmu pengetahuan; 4 kitab; pustaka; primbon (berisi ramalan, hitungan, dsb); 5 tulisan; huruf.

Jumat, 15 Februari 2013

Boleh Kuminta Kembali?



Aku menaruh hati.
Kamu mengambilnya, membawanya ke mana pun kamu pergi. Seakan lupa bahwa ragaku masih di sini. Tak pernah terbawa. Perlahan, aku mulai menyadari bahwa aku adalah raga yang terabaikan.

Yang selalu kamu bawa itu adalah hati milikku. Boleh aku memintanya kembali? Agar aku dapat menata ulang hatiku. Mengobati luka-luka yang tergores di sana.

Yang selalu kamu bawa itu adalah hati milikku. Meski aku terabaikan olehmu. Meski tak ada kata sapa di antara kita. Meski semua telah berlalu dengan sendu.

Untuk terakhir kalinya, bolehkah kuminta hatiku kembali?
Aku ingin menaruh hati lagi. Walaupun terjatuh lagi. Hatiku terbawa lagi. Berdebar lagi, bahkan terabaikan lagi.
Namun bukan lagi denganmu
...
boleh?

Kamis, 14 Februari 2013

Mati Berhenti


Berlari.
Menghindar.
Menjauh.
Pergi.
Melayang.
Sepi.
Mati.
Berhenti.

Terbang.
Singgah.
Merona.
Berdebar.
Diam.
Lenyap.
Mati.
Berhenti.

Bergerak.
Mundur.
Sakit.
Singgah.
Pergi.
Doa.
Bayangan.
Mati.
Berhenti.

Senin, 11 Februari 2013

Pantaskah?

Pertanyaan sederhana.
"Pantaskah?"
Ketika kita mengeluh tentang bobot tubuh yang tak kunjung menunjukkan penurunan, sedangkan makanan yang tersedia amat sangat mengundang untuk kita santap... Lantas, kita akan menyalahkan Tuhan yang membiarkan makanan-makanan tersebut tersedia.

"Damn! Kenapa banyak makanan? Gue kan lagi diet!"
"Sial. Sengaja banget kan, biar gue gak kurus-kurus..."
"Kayaknya emang gak diizinin kurus deh gue. Bodo deh. Makan lagiiii..."

Pantaskah?
Bukankah segala sesuatu yang telah dikaruniakan kepada kita adalah sebuah keberkahan? Mengapa harus mencaci, sedangkan di belahan dunia lain, bahkan di tepi jalan yang tak jauh dari rumah kita, terdapat mereka yang membutuhkan sesuap makanan. Bukan makanan untuk dinikmati, seperti yang dapat kita rasakan. Hanya makanan sekadar pengganjal perut; untuk bertahan hidup.


Pantaskah?
Ketika kita sedang berusaha menahan lapar agar tetap memiliki berat badan ideal, mereka justru sedang menahan lapar karena tidak adanya makanan yang tersedia. Rasanya, membanting tulang-tulang beserta daging tak berlemak itu pun tak cukup untuk mengisi kekosongan perut.


Ini bukan tentang keegoisan semata. Pun tentang hati yang telah mati. Terkikisnya rasa untuk berbagi.
Pantaskah?
Manusia yang diciptakan dari kasih sayang, mengapa justru tidak saling menyayangi sesama? Mengapa justru menyalahkan Tuhan dengan ketidakadilan berat badan?
Foto-foto di atas hanyalah potret sebagian kecil anak-anak miskin di seluruh belahan dunia. Semangat membara tak kenal padam. Demi sisa makanan yang tak habis kita santap karena ngeri badan kita melebar.

Semoga bukan hanya makanan kita yang tersisa di piring. Nurani pun diharapkan keberadaannya, meski berupa remahan kecil dari hati seorang manusia.

Moving



Senyum itu berpindah kepemilikan, entah bagaimana prosesnya.
Rindu itu berpindah rumah, entah bagaimana perpindahannya.
Kekaguman itu merayap ke arah lain, entah bagaimana pergerakannya.

Diam-diam bersyukur, berharap luka cepat terkubur. Menyadari bahwa kamu tidak lagi mendominasi ruang di sudut hati ini. Berganti. Menepi. Menanti. Sepi.
Biarlah seperti ini.
Jengah bermain hati. Biarkan hati bermain sendiri dalam imajinasi yang tak dapat dipahami.
Aku tetap di sini.
Mengamati siluet senja yang perlahan pergi digantikan oleh cahaya bulan.

Lebih indah; menenggelamkan gundah.

Jumat, 08 Februari 2013

Perkara Waktu Disertai Rindu

Ada keganjilan yang nyata ketika aku menatap senyum yang terpampang pada sebuah foto di layar monitorku. Senyum itu, senyum yang sempat memberi rasa nyaman saat perasaanku kacau balau. Dulu.
Yang seharusnya berlalu memang harus dilalui. Hanya terkadang, rindu yang menggelayut pada lubuk hati terdalam memang tidak dapat disembunyikan. Itu saja.

Aku tidak melupakanmu, tidak akan pernah. Kamu akan tetap menempati ruang kecil di dalam hatiku dan kukunci rapat-rapat. Sekadar pengingat bahwa tidak ada yang abadi di dunia ini. Semanis apa pun janji setia yang pernah terucap, takdir tetap tidak dapat ditoleransi.

"Berhentilah... Tulang rusuk tidak akan pernah tertukar. Ini hanya perkara waktu saja. Kebahagiaan dunia dan akhirat tercipta bagi mereka yang selalu bersabar."

Rabu, 06 Februari 2013

Awake

I'm wide awake
Yeah, I was in the dark
I was falling hard
With an open heart
I'm wide awake
How did I read the stars so wrong?
I'm wide awake
And now it's clear to me
That everything you see
Ain't always what it seems
I'm wide awake
Yeah, I was dreaming for so long
(Katy Perry - Wide Awake)


Semua yang terluka pasti akan sembuh pada waktunya. Tidak perlu terburu-buru, karena proses penyembuhan yang efektif terkadang memang membutuhkan waktu yang cukup lama. Yang perlu kamu yakini adalah, di setiap kamu merasa terjatuh dan sakit, sesuatu di masa depanmu pasti akan memberimu kesembuhan. Entah dalam bentuk kejutan rezeki, pekerjaan, maupun asmara.

Tidak ada manusia yang ingin berlarut-larut dalam kesedihan. Ketika sesuatu yang kamu tunggu tak kunjung memberi kepastian dan hanya meninggalkan jejak kepedihan; tinggalkan. Sesuatu yang jauh lebih baik telah menunggumu di depan. Untuk apa menantikan sesuatu yang belum tentu datang di kehidupanmu? Hidup terlalu berharga untuk sekadar menangisi satu hal dan melupakan banyak hal lain yang akan memberi kehidupan sesungguhnya untukmu.

Bangunlah!
Ketika kamu merasa mimpi ini terlalu panjang dan melelahkan. Ketika kamu bangun, kamu akan menemukan  objek lain yang menenangkan hatimu. Meskipun ketika bangun, lukamu akan terasa lebih sakit berkali-kali lipat, tidak apa. Sebutlah itu sebagai proses. Bukankah ketika kamu sering merasakan sakit, itu justru membuatmu menjadi lebih kuat?

Toh pada akhirnya, setelah kamu terbangun dan melakukan aktifitas yang menyehatkan hati dan jiwamu, kamu akan membutuhkan istirahat. Tertidur lagi, bermimpi lagi. Bisa jadi, mimpimu akan lebih indah dari mimpi sebelumnya. Lalu, mengapa harus takut untuk terbangun sebelum bermimpi lagi?


Selasa, 05 Februari 2013

Mendahului Pagi

pernahkah merasa pagi terlalu dini untuk menyapa?
padahal sisa-sisa kegelapan masih kentara
di langit yang menyimpan bejuta nelangsa
pun secercah harapan tercipta

siluet mentari pagi memberi debar di dada
membangkitkan ingatan tentang malam sebelumnya;
kehadiranmu di dalam selimutku,
bertukar kehangatan dalam iman yang membeku

tidak ada yang patut kutunggu lagi
aku menyeruak dalam duka ini sendiri
sementara kau pergi tanpa nurani
mendahului pagi.