Rabu, 12 Juni 2013

Dulu, Aku Pernah Punya Hati

bau hujan menusuk ke dalam rongga hidungmu. kau sebut itu cinta. aku tertawa. bagaimana cara kerja sebuah bau menuntunmu pada cinta?
hening sesaat, senyummu mengembang.
"ketika bau hujan tercipta karena orang yang kau cintai pernah berada di sampingmu saat itu," katamu mengenang.
aku terdiam. setiap katamu menghipnotis sel-sel dalam tubuhku. matilah segala rasa ini!
nyatanya, aku tetap ada, duduk di hadapanmu. tersenyum, mendengarkanmu.
aku tahu, ada dua hati di sini. namun, yang kurasakan hanya satu hati.
hati milikmu menempati hatiku.
lantas, di mana hatiku?
oh, rupanya tak ada. aku sudah tak punya hati.

dulu, aku pernah punya hati.
yang kemudian kau sakiti, lukai, dan mati.
hingga aku tak lagi punya hati.
akan tetapi, kau beri aku hati.
ya, sementara.
karena sebentar lagi akan kau beri hati ini pada wanita itu, lagi.
hingga aku tak lagi punya hati.
yang kemudian kau sakiti, lukai, dan mati.
dulu, aku pernah punya hati.

Asia Membaca

Matahari telah berlepasan dari dekor-dekornya. Tapi kami masih hadapi langit yang sama, tanah yang sama. Asia. Setelah dewa-dewa pergi, jadi batu dalam pesawat-pesawat TV; setelah waktu-waktu yang lain menghancurkan, dan cerita lama memanggili lagi dari negeri lain, setiap kata jadi berbau bensin di situ. Dan kami terurai lagi lewat baju-baju lain. Asia. Kapal-kapal membuka pasar, mengganti naga dan lembu dengan minyak bumi. Membawa kami ke depan telepon berdering.

Di situ kami meranggas, dalam taruhan berbagai kekuatan. Mengantar pembisuan jadi jalan-jalan di malam hari. Asia. Lalu kami masuki dekor-dekor baru, bendera-bendera baru, cinta yang lain lagi, mendapatkan hari yang melebihi waktu; Membaca yang tak boleh dibaca, menulis yang tak boleh ditulis.

Tanah berkaca-kaca di situ, mencium bau manusia, menyimpan kami dari segala jaman. Asia. Kami pahami lagi debur laut, tempat para leluhur mengirim burung-burung, mencipta kasta. Asia hanya ditemui, seperti malam-malam mencari segumpal tanah yang hilang: Tempat bahasa ditemukan.

Asia.

Afrizal Malna, 1985

Senin, 10 Juni 2013

Step Forward

"I'm going, for my future."
Bijak sekali. Namun, memang inilah faktanya.
Where are you going, Dil?
Tidak tahu. Sungguh. Saya hanya ingin mengambil langkah maju; menjauh. Terutama darimu.
But he isn't behind you yet.
Ya. Saya pun tidak mengerti. Ini bukan akhir, karena tidak ada yang memulai apa pun di sini.

Kau boleh bilang bahwa segala yang kutulis di sini adalah "kegalauan" or whatever you said.
Aku menunggu, berharap, dan berdoa. Menyebut namamu berulang kali di hadapan-Nya.
Namun, aku sadar.
Segalanya membuka jalan sekaligus menciptakan pagar batas di antara kita. Ingin menyekat, pun melekat.
Dan jika pada akhirnya, seseorang itu bukanlah dirimu... tak apa.
Bukankah pada akhirnya takdir Allah adalah selalu yang terbaik?

So, I'm walking... I'm going.
With or without you, beside me.

Nantikan aku di batas waktu...

Rabu, 05 Juni 2013

Another June

Rasanya lucu. Benar-benar lucu.
Ketika dulu--tepatnya setahun yang lalu--saya merasa begitu berbahagia dengan kehadirannya di sisi saya. Menemani menjelajah sudut lain ibukota Jakarta. Menempuh perjalanan yang cukup jauh dan hanya bermodalkan GPRS dari HP-nya.
Saya berbahagia waktu itu. Sangat.

Tahun ini, Juni ini...
Bukan Juni yang sama, meski kami (masih) baik-baik saja.
Bertukar sapa, canda, dan sesekali ejekan.
Ingin rasanya merutuki masa lalu. Namun, apa guna?
Biarlah seperti ini saja. Saya tetap menjadi saya, pun dia menjadi dirinya sendiri.

'cause it just another June...

Sabtu, 01 Juni 2013

June is A Poem

Juni pernah menciptakan cerita
Juni pernah menabur cinta
Juni pernah memberi asa
Juni pernah memercikkan rasa

Kadang aku bertanya,
Juni yang menciptakan cerita;
Atau kita yang menciptakan cerita Juni?

Mengantung dalam benakku,
Juni yang menabur cinta;
Atau kita yang membeberkan cinta pada Juni?

Tanda tanya belum usai,
Juni yang memberi asa;
Atau kita yang berekspektasi terlampau tinggi pada Juni?

Pertanyaan terakhirku,
Juni yang memercikkan rasa;
Atau kita yang berusaha menutup luka pada Juni?

Agaknya saya salah dalam menggunakan kata 'kita' dalam hamparan aksara ini.
Mungkin, pernah ada 'kita' pada suatu hari di bulan Juni.
Yang tidak lagi ada.
Tidak akan lagi ada.

Juni tak selalu tentang luka.
Juni tak selalu tentang suka.
Juni adalah puisi.
Puisi adalah juni.