Minggu, 30 September 2012

7

Kau tidak pernah menengok ke belakang lagi. Tidak pernah. Mungkin kau menganggapku adalah bagian dari masa lalumu. Kemudian, kau berhak membuangku begitu saja.
Bagaimana mungkin? Bahkan aku tidak menjadi bagian apapun di hatimu. Bagaimana mungkin aku bisa menjadi bagian masa lalumu?
***
Tujuh tahun yang lalu… Aku hanya mengenalmu sebagai seorang gadis-berkerudung-bawel-menyebalkan di kelas. Hingga akhirnya aku terpilih menjadi Ketua Kelas, dan kaulah Sekretaris-ku. Rasanya tidak mungkin bekerja sama denganmu. Bisa-bisa telingaku tuli karena mendengar omelanmu setiap hari.
Namun ternyata, aku salah. Satu tahun berlalu begitu cepat. Aku… Sudah dua kali berpacaran selama itu, dan kau masih sendiri. Dalam permusuhan kita, kau menyelipkan perhatian yang tak biasa padaku. Waktu itu, aku tak mau ambil pusing, karena tak pernah kuketahui siapa lelaki yang kau sukai. Meskipun aku sering mendengar kau bercerita tentang “seseorang” pada teman sebangkumu.
Gadis-berkerudung-bawel-menyebalkan itu mendapat peringkat jauh diatasku. Tiba-tiba, aku merasa malu bergaul dengannya. Perlahan, aku mengambil jalur lambat untuk menjadi temanmu. Meski sebersit raut kecewa sempat terlihat di wajahmu, lagi-lagi aku tak mau ambil pusing.
***
Aku masih di sini ketika kau menjauh. Aku masih di sini ketika gadis-gadis itu mendekatimu dengan senyum termanis yang mereka miliki. Aku masih di sini ketika… Kita lulus SMP dan kau bergandengan dengan kekasihmu di acara pelepasan sekolah kita…
***
Percayalah, aku tak serius waktu itu. Ketika menjalin hubungan dengan gadis-gadis cantik di sekolah kita. Mereka… merayuku. Mau tak mau, aku menerima mereka. Aku terkena virus cinta monyet.
Hati ini belum benar-benar terisi. Dan kau pun harus percaya. Kau pernah menjadi bagian di sini, di hatiku. Kau hanya tidak menyadarinya. Kau terlalu sibuk dengan rasa cemburumu pada gadis-gadis di sekelilingku. Kau tidak menyadarinya…
***
Selamat datang di “Kampus Perjuangan”. Aku tahu kau juga akan kuliah di sini. Hanya saja, aku tidak tahu jurusan apa yang akan kau ambil. Bukankah kita pernah berjanji untuk bertemu di sini? Itu pun kalau kau ingat…
Alasan paling sederhana, mengapa aku memilih jurusan Ilmu Sejarah di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya ini, karena aku mencintai sejarah. Tidak akan melupakan sejarah, terutama sejarah tentang kita.
***
Aku tahu, kau sedang duduk di payung selasar Gedung I. Sendiri, menatap ke arah Gedung IX.
Tidakkah kau melihatku? Aku berada tak jauh dari posisimu saat ini.
Ah, tidak. Lebih baik aku pergi sekarang. Kau pasti tak mau lagi melihatku.
***
Adit? Kau kah itu?
Lelaki dengan jaket abu-abu dan tas ransel hitam di punggung. Benarkah itu Adit? Atau hanya halusinasiku saja?
Aku masih sangat hafal cara berjalanmu. Masih. Sangat. Hafal.
Kau pasti Adit. Lalu? Haruskah aku menyapamu?
Ah, tidak. Kau mungkin tak akan mengenalku lagi. Lebih baik aku pergi sekarang.
***
Hai, takdirku. Rupanya kita bertemu di sini. Di tengah keramaian Koperasi Mahasiswa FIB UI. Mata kita bertemu, dan aku membaca kata “rindu” di bola matamu yang indah. Kau pasti melakukan hal yang sama. Beberapa detik kemudian, kita saling bertukar senyum dan membayar jajanan ke kasir. Senyum seperti itu… Tidak ada yang jual, ya?
***
Hai, sejarahku. Aku harap kau mengajakku menuju ke suatu tempat setelah ini. Ayolah… Betapa banyak hal yang ingin kuceritakan maupun kudengar darimu. Aku rindu…
***
Ini aku. Mengajakmu untuk duduk di tepi danau yang dekat dengan Jembatan Teksas—Teknik Sastra—di mana pemandangan di sini terkenal indahnya. Hei, aku rindu kau, gadis-berkerudung-bawel-menyebalkan!
Banyak hal yang telah berubah. Kau tidak lagi bawel seperti dulu. Apa kau sedang sariawan? Ah, aku tak peduli. Yang penting, kita ada di sini sekarang. Bersama.
***
Aku memilih banyak mendengarkan ceritamu. Aku sendiri tak banyak bercerita. Takut merusak suasana ini, suasana yang telah kutunggu selama tujuh tahun.
Banyak hal yang tak berubah darimu. Terutama, senyummu. Selalu berhasil mengikat hatiku tanpa ampun. Baiklah, aku mengalah. Tak perlu kau ikat dengan senyummu. Akan kuserahkan hatiku ini untukmu seorang. Kau, masa laluku sekaligus masa depanku.

3 komentar:

Anonim mengatakan...

Jadi, apakah ini bagian dari curhatmu? xD

Anonim mengatakan...

nice post :) sekarang gadis-berkerudung-bawel-menyebalkan itu jadi apa sebutannya buat si Adit?

Fadlillah Octa Noviari mengatakan...

Kak Ray: curhat dengan dibumbui sedikit :P
sekarang gadis-berkerudung-bawel-menyebalkan itu jadi....... Ah, tunggu cerita selanjutnya ;)