Sabtu, 08 September 2012

Mas Reno


Semua berlalu begitu cepat. Tanpa ada perkenalan, tanpa sempat sebuah sapaan terucap, tanpa tatapan mata yang bertemu…
Aku pagi dan kamu senja. Kita tidak akan pernah bertemu. Hanya saling meninggalkan jejak-jejak kepergian masing-masing, yang kemudian aku kumpulkan menjadi sebuah perjalanan panjang menuju padang rumput hatimu, Reno Abdurrahman.
***
Siang itu, secara tak sengaja mataku menangkap sosokmu diantara kerumunan mahasiswa di kantin. Seperti biasa, mengagumkan.
“Gue belom ngerjain tugas nih! Mati aja ini, mana dosen killer pula!” ujarmu sambil menggaruk kepalamu yang pasti tidak gatal.
Hanya dua kalimat itu yang kudengar darimu. Selanjutnya, aku sudah pergi menjauh dari kantin. Aku tak ingin merekam sosokmu lebih lama lagi dalam memori ingatanku. Cukup. Sudah terlalu banyak yang terekam di kepalaku…
“Shabira?” seseorang menyapaku.
“Fajar?”
“Iya! Wah kuliah disini juga? Asiiik barengan deh hahaha”
“Iya ya… Ternyata barengan la...” kalimatku terputus. Kau berdiri tepat di samping Fajar.
“Jar, ayo futsal sekarang. Udah ditungguin anak-anak tuh!” katamu.
Fajar menganggukkan kepala mantap.
“Sorry banget ya, Ra. Gue duluan ya…” ujar Fajar.
“Oh, iya nggak papa kok.” Balasku sambil mencuri pandang ke arahmu.
Mereka melangkah menjauhiku. Yang aku tahu, kau tidak melihat atau bahkan menyapaku sama sekali. Apa kau pikir, aku ini adalah angin lewat?
***
“Saya terima nikahnya Shabira Amalia binti Abdul Karim dengan mas kawin seperangkat alat salat dan uang tunai sebesar empat juta rupiah, dibayar tunai…”
Dua orang saksi secara hampir berbarengan mengucapkan kata “Sah!”.
Aku mengecup punggung tanganmu.
Aku menitikkan air mata. Jodoh adalah misteri Tuhan, Mas Reno…

Tidak ada komentar: