Sabtu, 22 Desember 2012

Ibu, Kertas, dan Pensil

Satu-satunya yang kuingat dari masa kecilku bersamanya adalah ketika
ia mengambilkan selembar kertas dan sebuah pensil untukku. Kemudian,
ia duduk di sampingku, menemaniku menggambar dan menulis sesuka
hatiku.
Ibu, aku amat bahagia saat itu.
Karena saat itu adalah awal di mana aku berani menggambar dan menulis.
Apalagi ketika ibu berkata, "Dhilla mah hobinya gambar dan nulis
terus. Tapi gapapa sih, gambarnya bagus."
Ada rasa percaya diri yang muncul setelah mendengar ibu berkata
demikian. Aku pun rajin menonton kartun di TV kemudian menulis ulang
ceritanya di buku tulisku. Lalu, kugambar tokoh-tokoh yang ada di
ceritaku tersebut.
Suatu hari, pernah aku mencoba menjual karya-karyaku ke teman di SD.
Kuberi harga Rp500,00 per cerita. Aku sangat bahagia, ternyata ada
juga yang membeli hasil karyaku.
Dan sekarang, menulis merupakan bagian dari hidupku. Ibu memberiku
kekuatan hingga detik ini dan selamanya.

Meski tanpa bapak di sisinya, ibu tetap menjadi wanita tegar dan
sabar. Mulai dari memasak sampai mencuci baju, ia lakukan sendiri.
Ke mana aku? Adik-adikku? Kami terlalu egois untuk melihat pekerjaan ibu.
Ibu, jika tanpa doamu, entah apakah hari ini aku masih mampu berdiri
menghadapi berbagai rintangan hidup ini.

Ibu, aku malu. Aku ingin memelukmu, meminta maaf padamu. Tetapi pagi
ini, aku hanya menyapamu sekadarnya. Ya Allah, sampaikan isi hatiku
ini kepadanya, "Aku...menyayangimu, bu."

Tidak ada komentar: