Senin, 22 Oktober 2012

Sebaris Pelangi

Aku menatap hampa pada sebaris pelangi yang berada di langit sore itu.
"Andai saat ini ada kamu di sampingku…" kataku, lirih.

Mataku menyapu seluruh taman ini. "Taman Cerita", katamu waktu itu.
Ya, tempat kita menghabiskan waktu selepas sekolah. Aku akan setia menatap matamu yang bersemangat itu dengan perasaan kagum. Dan kamu akan setia dengan cerita-ceritamu yang tidak pernah berganti sejak awal pertemuan kita, Si itik buruk rupa.

***

"Mengapa aku berbeda?" tanyamu di suatu pagi.
"Apa?" aku mengalihkan pandanganku dari novel yang sedang kubaca.
"Seperti itik itu, kenapa aku berbeda?"
Aku tertegun.
"Panji kenapa nanya begitu?" tanyaku kembali, sambil menatap matanya yang teduh.
Ia terdiam, kemudian kembali tenggelam dalam dunianya, sebuah buku berjudul "Si Itik Buruk Rupa".
Aku menghela napas. Panji memang selalu seperti itu…

***

"Aku tidak mengerti. Aku memang anak bodoh." katamu.
"Panji! Jangan bicara seperti itu!" bentakku.
"Aku tidak mengerti semua ini. Apa salahku? Mengapa ayah dan ibu membiarkan aku terlahir di dunia dengan keadaan seperti ini? Sedangkan kamu dan Citra, semuanya sempurna. Kalian bisa bersekolah dan berteman dengan siapa saja! Sedangkan aku…" suaramu tertahan.
"Cukup, Panji!!!"
Kau mundur beberapa langkah, kemudian berlari menjauhiku.
Dapat kurasakan mataku memanas dan air turun membasahi pipiku.

Panji, maaf…

***

Aku menghirup udara di dalam ruangan bernuansa putih itu. Bau obat-obatan menusuk hidung. Sedetik kemudian kurasakan sesuatu yang dingin menyentuh jemariku.

"Kak…" bisikmu.
"Panji… Kakak di sini, sayang."
"Kak, aku mau pulang."
"Iya, sayang. Kalau Panji udah sembuh nanti kita pulang ya, kita ke Taman Cerita lagi, ngeliat pelangi sehabis hujan, terus beli mainan yang banyak buat Panji di pasar. Makanya, Panji cepat sembuh ya…" airmataku berjatuhan.

Kau tak menjawab, hanya tersenyum. Perlahan, matamu menutup. Kau kembali diam dan tak ada reaksi ketika kusentuh kepalamu yang bersih tanpa sehelai rambut pun.
Aku membalas senyummu, sambil menahan air yang telah membanjiri kedua pelupuk mataku.

Sejak saat itu, aku selalu menyimpan senyumnya di hatiku. Sebuah senyuman tulus dari seorang bocah penderita tumor kulit ganas…

***

Selamat jalan, Panji… Aku melambaikan tangan pada sebaris pelangi di sore itu.

Tidak ada komentar: